Rabu, 27 Mei 2015

Ksatria Palsu

Sang Ksatria selalu begitu, ia selalu berbohong.
Ia musang berbulu domba.
Mulut adalah pedangnya dan mata adalah belatinya.
Kata-kata yang terucap dari mulutnya pedih menyayat.
Tatapan matanya membuat tenggorokanku tercekik.
Aku susah bernafas.

Aku tak tahan melihatnya.
Hingga rasanya ingin kulemparkan ia ke belahan bumi lain.
Ia tak rupawan, tapi juga tak murahan.
Ia memiliki segalanya.
Berbuat apa saja adalah keahliannya.
Tak peduli manusia lain.

Hatinya terbuat dari marmer dingin.
Matanya terbuat dari bara.
Dan mulutnya terbuat dari lidah api.
Kaki dan tangannya hanya bonekanya.
Ia gunakan semaunya.




Akulah sang Puteri.
Hatiku terbuat dari lapisan es tipis.
Mataku terbuat dari sinar matahari.
Dan mulutku terbuat dari kuncup bunga lotus.
Aku selalu berusaha memahami semuanya.

Sang puteri adalah sang lotus.
Ia tumbuh di lumpur.
Tetapi keindahannya tak diragukan.
Ia berusaha tak terbenam.
Kalau ia terbenam, habislah sudah.
Lumpur akan menelannya bulat-bulat.

Puteri merajuk.
Ia tak ingin bertemu dengan ksatria lagi.
Melihat wajahnya pun, sang Puteri kesakitan.
Ia menipu sang Puteri.
Suatu hari mereka bertemu dan Ksatria berjanji disisinya.
Tapi apa yang dilakukan Ksatria, ia mendorong Puteri ke dalam tabir kesedihan.



Sudah..
Sudah cukup..
Kata sang puteri..
Sang Ksatria sungguh licik.
Ia menusukku dengan matanya.
Tentu saja aku hancur, itu sudah pasti.

Jika aku tak bisa melemparmu ke belahan bumi lain.
Tolong lemparkan saja aku ke belahan bumi lain.
Atau ubahlah aku menjadi Elf.
Elf cahaya yang tinggal di padang rumput.
Yang bebas pergi kemana saja.
Biarkanlah aku menjadi seorang Elf.

Suatu malam.
Aku mulai berbicara pada bintang.
Ketika aku tak bisa tidur.
Sang bintang menemaniku.
Ketika aku meringkuk kedinginian.
Sang bintanglah yang menghangatkanku.

Sang bintang tak pernah berjanji.
Tapi ia selalu ada disisiku.
Ia merasa bersalah.
Karena tak sepanjang hari bersamaku.
Tapi tak apalah.
Asalkan ia selalu memperhatikan dan melindungiku dari jauh.

Aku lupakan Ksatria.
Aku putuskan membuangnya jauh-jauh dari pikiranku.
Dan aku mulai tersadar.
Yang aku butuhkan hanya bintang jatuh.
Ya hanya sang Bintang.
Sang bintang yang jatuh padaku.


written by: Rinda Nita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar